Momen Tahun Baru Islam adalah Momen Memperbaiki Diri dengan Peningkatan Ibadah
Timika – Momen Tahun baru Islam atau Hijriyah adalah momen yang akan terulang disetiap tahunnya. Sesuatu ritual yang tidak harus kita besar-besarkan. Menurut Anggota Pembina Kampus Utama Hidayatullah Timika, Ustad Hasanuddin mengatakan bahwa Tahun Baru islam harusnya disikapi memperbaiki dan mengevaluasi diri dengan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.
Hal ini disampaikan saat memberikan Pengajian Halaqah Bulanan dihadapan guru-guru dan pengurus Yayasan serta warga pondok Pesantren Hidayatullah Timika, di Masjid Jami Hidayatullah Timika, Ahad 7 Juli 2024 bertepatan Tahun Baru Islam, 1 Muharram 1446 H.
”Contohnya Ibadah kita harus meningkat. Kalau tahun ini bisa hatam Alquran, harus ditambah lagi di bulan-bulan selanjutnya. Mungkin sholat di masjid masih terlambat, di tahun ini Kalau bisa sudah bisa tepat waktu, jelas Ustad Hasanuddin.
Ia mengatakan contoh selanjutnya Kita bisa lihat dari gerakan Nawafil Hidayatullahnya, apa tetap dilakukan dengan baik atau sudah mulai berkurang.
”Adapun Gerakan Nawafil Hidayatullah mencakup enam hal, yakni:
- Setiap kader Hidayatullah wajib memakmurkan masjid dengan cara shalat fardhu berjamaah dan shalat sunnah Rawatib;
- Membaca kita suci Al-Quran setiap hari minimal satu juz;
- Rutin mendirikan shalat malam;
- Membaca wirid pagi, sore dan petang;
- Dakwah fardiyah setiap hari Sabtu atau hari lain sepekan sekali;
- Merutinkan infaq,
jelas Hasanuddin.
Lebih jelas ia menggambarkan, sebagai Kader Hidayatullah baik sebagai guru ataupun Dai haruslah Ia mempunyai amalan yang patut ia banggakan sebagai karakter yang Ia miliki. Sebagai contoh sahabat Bilal Bin Rabah, seseorang masih didunia namun sendalnya sudah terdengar di surga.
Ternyata Bilal memiliki karakter atau ibadah yang tidak pernah putus. Yaitu menjaga wudhunya yang dilanjutkan dengan sholat Sunnah wudhu.
Menurut Ustad Hasan bahwa ibadah seseorang denggan Allah adalah sesuatu Ibadah yang privasi. ”Jangan di pamer cukuplah hanya kita dan Allah saja yang tau, terangnya.
Spirit hijrah itu adalah semangat untuk memperbaiki diri dalam perubahan. Semangat tersebut dapat di aktualisasikan dalam perbaikan kualitas keimanan dan ketaqwaan yang harus terus kita lakukan, baik ketaqwaan secara pribadi maupun secara sosial atau secara berjamaah.
Perubahan yang sangat mendasar itu dapat terus kita perbaharui dengan kesaksian dan keimanan kepada Allah.
”Iman bisa berkurang sampai bahkan bisa habis sama sekali, jelasnya
Kita dapat memperbarui iman kita dengan selalu mengucapkan la Ilaha illahlah. Karena semua yang kita lakukan semua semata-mata karena Allah SWT.
Segala amal ibadah kita dimulai dengan niat kita. Maka sibukkan lah diri kita dengan berlari kepada Allah SWT. Tetapi apabila niat kita bukan karena Allah, sekencang apapun kita berlari maka Kita tidak dapat apa. Apabila sesorang bertambah ilmunya namun tidak bertambah imannya maka pada hakekatnya ia tidak mendapatkan apa-apa dari apa yang Ia kerjakan.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Surat al-Hasyr Ayat 18)
وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ نَسُوا۟ ٱللَّهَ فَأَنسَىٰهُمْ أَنفُسَهُمْ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
Artinya: Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. (Surat al-Hasyr Ayat 19)
Dari ayat diatas dapat kita tadabburi bahwa orang-orang yang bertaqwa akan selalu memperhatikan apa yang nantinya akan dibawa saat kembali kepada Allah SWT.
Apakah amal ibadah kebaikannya akan menambah berat tibangannya di akherat.
Sayyidina Umar bin Khattab pernah bertutur:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا وَتَزَيَّنُوْا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِى الدُّنْيَا
“Hisablah diri (introspeksi) kalian sebelum kalian dihisab, dan berhias dirilah kalian untuk menghadapi penyingkapan yang besar (hisab). Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia.”
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
“Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.”
Kita renungkankan amalan apa yang kita lakukan murni kita lakukan karena Allah SWT. Mungkin infaq kita. Mungkin sholat kita. Atau ibadah yang lain.
Tentunya amalan yang kita lakukan haruslah mempunyai 2 syarat yaitu adalah ikhlas karena Allah dan Ittiba mengikuti Sunnah dari Rasulullah Saw.
Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu, ia mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.
Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”
Sepertinya kita sibuk mengurusi Agama Allah. Padahal kita tidak ada apanya nilainya Dimata Allah SWT.
Semoga kita kembali Kepada Allah sebagai hamba
فَٱدْخُلِى فِى عِبَٰدِى
Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku
وَٱدْخُلِى جَنَّتِى
Artinya: masuklah ke dalam surga-Ku.